Mari kita ubah lagi cara kita berbicara. Sebelumnya saya menggunakan "saya" namun sepertinya gaya formal bukan poin lebih untuk saya. Jadi, mari berubah gaya bicara.
Aku yakin para pembaca tahu, media yang bernama film. Benarkah itu media? Atau hanya alternatif penghibur saja? Pertanyaan aneh seperti itu tidak perlu kita bahas. Aku cuma ingin bercerita tentang film favorit yang baru-baru ini kutonton. Pembaca bolehlah menjadikannya rujukan untuk jadi bahan tontonan.
Minggu lalu harusnya kuhabiskan untuk belajar, untuk persiapan ujian (ujian komite namanya). Aku yang merupakan mahasiswa kedokteran, harusnya belajar untuk persiapan ujian ini. Namun disayang, sifat malasku, plin-planku, dan pemalasku (kusebut dua kali karena memang parah levelnya) mencegah aku untuk membuka buku elektronik yang ada di komputer jinjingku. Aku memang tidak punya satu buku bacaan dalam kertas yang membahas kedokteran dan/atau kerabatnya. Semua buku ada di komputer jinjingku. Mengisi kekosongan akibat kemalasanku itu, aku membuka folder-folder film. Aku lupa, di situ ada beberapa film yang kuunduh tapi belum kutonton. Aku memilah-milih folder-folder yang ada. Kuputuskan untuk membuka satu folder berisi film lama, film animasi Jepang produksi tahun 1988. Jangan tanya kenapa film Jepang, aku memang suka kartun dan animenya.
Film dalam folder itu berjudul Grave of the Fireflies, atau dalam bahasa Indonesia, 'Makam Kunang-Kunang'. Judulnya aneh menurutku. Aku juga sudah lupa alasan mengapa aku dulu mengunduh film ini. Kubuka file-nya dengan Windows Media Player Classic. Filmnya mulai berputar, dan di awalnya seorang terlihat seorang anak laki-laki lusuh dan kotor, duduk bersandar di sebuah stasiun kereta. Kurang tepat kalau disebut bersandar sebenarnya, karena badan anak itu tertelungkup ke depan, dengan kakinya melunjur ke depan. Dari belakang anak itu, muncul anak yang sama, pikirannya tersuarakan, "I died on 21 September 1945." Dari awal film yang aku tidak paham maksudnya, aku meng-forward filmnya beberapa kali. Karena masih tidak paham kucoba mengulang dari awal film tersebut.
Aku ingin bercerita tentang kisahnya, tapi kemampuanku untuk mengutarakannya tidak cukup. Film ini menceritakan perjuangan seorang anak "Seita" dan adiknya "Setsuko" dalam melewati kehidupan sehabis perang. Dua anak yang menjadi korban perang ini tidak mampu mengandalkan kerabatnya untuk bertahan hidup. Nantinya, mereka berjuang dengan tangan mereka sendiri. Hal yang dapat kita lihat dari film ini adalah betapa cintanya Seita terhadap adiknya. Berbagai hal ia lakukan, dari menjual barang-barang ibunya yang sangat ia cinta, bahkan sampai mencuri, hanya untuk bertahan hidup, hanya untuk adiknya.
Akhir film inilah yang membuatku menangis, benar-benar menangis. Aku paham bahwa diriku sendiri bukan tipe orang yang gampang tersentuh, bukan orang yang peduli terhadap orang lain. Tapi setelah menonton film ini, aku menangis, menangis melihat cinta Seita terhadap adiknya, menangis melihat perjuangan mereka, menangis melihat nasib tragis mereka. Seketika aku merasa rindu pada adik-adikku. Aku ngeri membayangkan ketika mereka tiba-tiba tertimpa musibah, sedang aku tidak mampu berada bersama mereka.
Para pembaca, aku yakin kalian bisa menebak jalan cerita film ini, tapi percayalah, film ini akan memberi hantaman pada kalian. Aku yakin minimal dari kalian akan meneteskan air mata, jika kalian tidak menangis tersedu-sedu.
Cukuplah posting kali ini. Aku menangis lagi, haha.