Selasa, 28 Februari 2012

Dan tidak disangka..

Apa yang membuat anda paling terkejut selama anda hidup di dunia selama ini? Bagi saya itu kematian orang yang saya kenal, atau kurang lebih teman saya, yang baru terjadi kemarin saja.

Baru kemarin, ketika saya membuka akun facebook saya, ketika saya baru akan menjawab salah satu pos di dinding saya, berita itu muncul di news feed, di halaman beranda. Ketika itu saya belum memperhatikan, dan saya dengan santainya menjawab chat teman saya di chat grup. Saya bertanya, "Jek dho urip ra cah?". Pertanyaan itu kadang saya lontarkan sebagai candaan, karena saya bosan bertanya bagaimana kabarnya. Memang ketika itu teman saya yang online di chat grup cuma ada 4 atau 5 tapi saya melontarkan pertanyaan itu dengan keyakinan bahwa semua teman saya di grup itu masih mempunyai kemampuan menjawabnya, yang online  maupun yang offline. Salah satu teman saya menjawab "Masih hidup semangat!" dan jari-jari saya mulai menekan tombol di keyboard, ketika saya membaca post itu. 

Pos di beranda itu diawali dengan "Innalillahi wa innalillahi roji'un." Jari saya berhenti, tapi tidak panik atau pun kaget. Saya juga tidak merasa sedih ataupun perasaan lain. Saya merasa biasa saja, hanya bertanya dalam hati, "Wah, keluargane sapa iki sing seda?" Saya hanya berpikir seperti itu. Baru ketika membaca baris kedua di pos itu, dan baris selanjutnya, saya kaget dan lemas. Yang tertulis di situ adalah nama salah seorang teman saya, nama mantan teman sekamar saya, nama teman saya yang pendiam, baik, rajin (beribadah maupun belajar), nama salah seorang teman yang saya habiskan tiga tahun hidup bersama. 

Kalau saya bilang saya sedih, mungkin itu bohong. Lebih banyak rasa kaget, walaupun saya langsung percaya. Kematian tidak pernah terasa sedekat ini. Ketika kakek saya meninggal, beliau meninggal ketika menunaikan ibadah haji, saya masih bocah berumur 5 tahun, belum paham apa-apa. Ketika paman saya meninggal karen sebuah kecelakaan, saya masih berumur 7 atau 8 tahun. Ketika jenazahnya di depan saya, saya masih tidak merasakan apa-apa. Namun kali ini, saya sudah 18 tahun, sudah tahu apa artinya mati, dan kali ini saya merasakan dekatnya kematian, apa yang kematian tinggalkan, dan apa yang kematian berikan. Kesedihan? Jelas. Semati-matinya hati saya, beruntung saya masih bisa merasa sedih. Tapi mungkin yang lebih saya rasakan adalah takut. Takut mati. Saya takut mati. Saya takut mati, saya takut meninggalkan dunia. Saya takut.

Atau tidak?

Saya yakin saya merasa takut. Tapi setelah itu pun saya masih bisa tersenyum, masih bisa tertawa. Padahal belum ada satu hari ketika berita kematian Achmad Fajar sampai di telinga saya. Saya jadi ragu, apa benar saya sedih? Apa benar saya takut? Apa saya tidak peduli dengan kematiannya? Apa saya tidak mencintai saudara dan teman saya? Lalu Achmad Fajar saya anggap apa?

Pemikiran ini membuat saya lebih jijik pada diri saya. Matikah hati saya?

2 komentar: